Tren Properti 2015 Positif di Semua Subsektor
Setelah mengalami perlambatan pada 2014 akibat aksi
penundaan pembelian dan ekspansi pengembangan, tren
pasar properti tahun ini
justru positif di semua subsektor.
Demikian proyeksi Associate Director Research Colliers
International Indonesia, Ferry Salanto, dalam paparan Jakarta and
Surabaya Property Market Report, di Jakarta, pada Selasa (13/1/2015).
"Tahun 2015 akan lebih baik dibanding 2014. Tumbuh
positif. Banyak investor (pengembang dan perusahaan) yang mulai melakukan
eksekusi rencana bisnisnya pada tahun ini setelah menundanya tahun lalu,"
ujar Ferry.
Tahun lalu, lanjut Ferry, tantangannya banyak. Di antaranya
aktivitas politik terkait pemilihan umum legislatif dan presiden, kenaikan
bahan bakar minyak (BBM), pengetatan kredit Bank Indonesia, dan pelemahan
Rupiah.
"Pertumbuhan positif, akan dialami semua subsektor baik
apartemen, perkantoran komersial, pusat belanja (ritel), hotel, maupun kawasan
industri. Namun, subsektor yang paling punya kesempatan besar untuk terus
tumbuh adalah ritel," tambah Ferry.
Terlebih isu moratorium pusat belanja di Jakarta, kata
Ferry, menjadi peluang bagi pengembang untuk membangun di kawasan pinggiran,
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi serta kota lainnya, terutama Surabaya.
Menariknya, tambah Ferry, Surabaya menjadi tujuan ekspansi
kedua para peritel setelah Jakarta. Mereka mulai membawa brand internasional
macam Stradivarius, Zara, New Look, dan Victoria Secret. Meski bukan brand
premium, setidaknya Surabaya dilirik peritel karena menawarkan peluang
menjanjikan.
"Pasar ritel Surabaya mencatat performa positif. Secara
tahunan, tingkat hunian naik menjadi 87 persen tahun 2014. Sementara tahun 2013
hanya 83 persen. Tarif sewa juga kami prediksi akan mengalami kenaikan seiring
meningkatnya tingkat okupansi. Meski demikian, tarif sewa masih 20 persen lebih
rendah ketimbang tarif sewa pusat belanja di Jakarta," jelas Ferry.
Berbeda dengan subsektor perkantoran. Menurut Director Office
Services Colliers International Indonesia, Bagus Adikusumo, meski tetap
positif, namun akan mengalami penurunan tingkat hunian dari rerata 95 persen
tahun lalu, menjadi sekitar 91 persen.
"Penurunan tingkat hunian disebabkan melonjaknya
pasokan baru kurun 2015-2019 seluas 600.000 meter persegi. Namun begitu, pra
komitmen masih stabil. Dari total pasokan seluas itu, 300.000 meter persegi di
antaranya sudah mendapat konfirmasi penyewa," tandas Bagus.
Selain penurunan, kemungkinan terjadinya koreksi harga juga
sangat terbuka. Terutama untuk gedung-gedung dengan tarif dalam mata uang
dollar AS. Terdepresiasinya Rupiah menjadi pendorong utama penyesuaian harga
ini.
"Jadi, prospek pasar perkantoran tahun ini akan sangat
bergantung pada performa tiga bulan pertama 2015. Jika semua angka asumsi
ekonomi makro diimplementasikan, terutama pertumbuhan ekonomi 5-5,5 persen
serta alokasi APBN-P yang dialihkan ke sektor infrastruktur senilai Rp 291
triliun, maka subsektor perkantoran akan lebih pesat lagi pertumbuhannya,"
papar Bagus.
Dia menuturkan, ekspektasi tinggi bisa terwujud jika dana
pengalihan senilai Rp 291 triliun sudah mulai dikucurkan untuk pengembangan
infrastruktur awal tahun. Hal ini akan menciptakan banyak lapangan kerja,
mendatangkan investor baik asing maupun domestik, yang pada gilirannya
menstimulasi kebutuhan ruang perkantoran.
"Investor-investor tersebut tentu saja membutuhkan
ruang perkantoran representatif sebagai address bagi kehadiran mereka di
Indonesia," pungkas Bagus.